
Foto bersama Decka bersama neneknya dan saudara sebelah rumah saat menemui saya dalam survei Yatim Piatu
Sosok ibu, apapun yang terjadi akan tetap dicari oleh seorang anak. Kehangatan kasih sayang ibu, memberikan kenyamanan dan ketenangan untuk anaknya.
Dimanapun, sampai kapanpun, ibu adalah sosok yang paling mulia, sudah memberikan waktu, rasa sakitnya, hingga antara hidup dan mati diberikan ibu saat kita masih di dalam kandungan.
Kisah hari ini, saat melakukan ‘blusukan’, saya tersentuh kepada responden saya dalam melakukan tugas survei yatim piatu di Gubeng, Surabaya.
Mendatangi rumah yang dengan kondisi yang dikatakan ‘hampir tidak layak’, saya bertemu dengan seorang nenek yang tengah duduk di sebuah kursinya.
Tanpa ada suara televisi maupun radio, nenek itu seperti tertidur diatas kursi dengan posisi duduk.
Nenek itu bernama Sri Hartatik, dirinya tinggal di rumah tersebut, bersama dengan dua anaknya dan satu cucunya yang juga sebagai responden saya saat melakukan survei.
“Assalamualaikum mbah, apa benar ini rumah Decka?” tanya saya kepada nenek Sri.
Tanpa ada respon saat dipanggil, saya sempat menduga nenek tersebut sedang tertidur.
Dan akhirnya, nenek itu membalikan badan dan menanyakan maksud dan tujuan saya ke rumah itu.
Saya pun memperkenalkan diri dan memberikan informasi tujuan saya kesini.
Setelah ngobrol tentang tujuan saya bertemu beliau, ada yang menarik menurut saya. Responden saya yang bernama Decka tersebut, pernah hilang.
Hal tersebut, diungkapkan oleh nenek dan juga saudara yang tinggal di sebelah rumah responden.
“Anak ini pernah hilang, katanya mau mencari ibunya,” tutur saudara yang tak tau namanya.
Saya sempat bertanya keberadaan ibunya tersebut. Namun saudaranya menyebut, bahwa ibunya tidak diketahui keberadaannya, sementara ayah Decka sendiri sudah meninggal dunia.
“Ibunya tidak tahu dimana, sejak kecil, Decka ini sudah tinggal bersama neneknya ini,” lanjut saudaranya.
Saat itu, saya juga sempat menanyakan, apakah Decka mengetahui wajah ibunya.
“Tidak tahu mas, tahunya hanya dari foto,” kata saudarannya.

Responden Yapi, Decka
Setelah percakapan itu, Decka pun pulang ke rumah dan bertemu dengan saya. Saya pun sempat bertanya kenapa jam segini malah main, Decka pun hanya tersenyum.
Setelah itu, neneknya pun mencurahkan perekonomiannya, ia berharap bisa mendapatkan bantuan yang bisa meringankan pendidikan Decka selama bersekolah.
“Mas, Decka ini kan sekolah di sekolahan swasta, sedangkan saya warga Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), apakah bisa mendapatkan keringanan sekolah,” tanya Sri Hartatik.
Saya pun menjelaskan, berdasarkan informasi yang saya dapat, bahwasannya program pemerintah kota (Pemkot), bisa meringankan beban pendidikan. Dengan pengajuan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), penerima manfaat bisa mendapatkan fasilitas tersebut.
Setelah menjelaskan teknis pengajuan SKTM kepada bu Sri Hartatik, akhirnya, saudara yang berada di sebelah rumah responden pun menyahuti.
“Saya nanti mau ke Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, saya ada urusan SKTM anak saya yang diminta oleh sekolah, nanti saya akan menanyakan hal ini kepada Dinsos,” sahut saudaranya.
Setelah proses input dan tanya jawab selesai, saya pun pamit untuk melanjutkan tugas survei kepada responden lain.
Saat saya melangkahkan kaki selepas dari rumah responden, saya berfikir, sosok ibu, dimanapun berada, bagaimanapun kondisinya, akan dicari anakmu, mungkin Decka hanya seorang anak yang membutuhkan kehangatan pelukan seorang ibu, namun sebenarnya ia juga mencari surganya.
Jadi, sayangilah ibu selagi dia masih ada, doakan ibumu ketika ia sudah tiada.